Assalamu'alaikum. Arin H. Widhi

Selasa, 30 Juni 2015

Muhammdiyah; Muktamar ke-47 Dan Harapan





يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍۢ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًۭا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۭ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Al Hujuraat (49):13]



Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia yang Terancam

Konflik yang berakhir pada pelanggaran HAM; pembunuhan, pembantaian, penyiksaan, dan penindasan dan lain sebagainya, terhadap suatu golongan masyarakat tertentu, di Indonesia seperti telah menjadi bagian dari budaya masyarakat kita sendiri, sekalipun kita tidak bisa membantah sejarah bahwa Indonesia memang memiliki latar belakang sejarah modern yang dipenuhi konflik dan pelanggaran HAM. Fakta ini bisa dilihat dari berbagai rupa konflik dan yang pernah dialami oleh Indonesia, mulai dari pelanggaran HAM  yang bersifat vertikal maupun yang bersifat horisontal, dari zaman Orde baru, yang sering dikaitan dengan isu pelanggaran HAM oleh aparat negara terhadap warga, konflik negara dengan separatisme Aceh dan Papua, kasus Mesuji sampai dengan konflik masyarakat dengan masyarakat akibat perebutan sumber daya alam, penyerangan komunitas terhadap komunitas lain yang belakangan ini marak terjadi; perang sampit, konflik Maluku, konflik Syiah-Sunni (Madura) dll.
Dan jika tidak segera ditangani persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai NKRI terancam dengan adanya konflik tersebut. Keberadaan konflik tersebut tidak lepas dari keanekaragaman

kultural masyarakat Indonesia yang terbentuk dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Secara geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana setiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat dengan kultur tertentu. 
“Kondisi itu akan semakin berbahaya jika ada isu-isu suku ras, agama, etnik dan antar golongan (SARA) yang sengaja dimainkan pihak-pihak tertentu,” ujar pakar psikologi konflik dari Universitas Pertahanan (Unhan) Dr.Ichsan Malik dalam beritatrans.com  di Bandung, Selasa (28/10/2014).
Masalah disintegrasi bangsa merupakan permasalahan kompleks sebagai akibat akumulasi permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka akan menjadi problem yang berkepanjangan. 
Prof. Dr. M. Mohtar Mas'oed dalam kata sambutannya di buku 'Menangani Konflik di Indonesia' yang ditulis Dr. Bambang W. Soeharto, M.Si, mengatakan bahwa kita (bangsa Indonesia) mempunyai reputasi sebagai bangsa yang kurang kepandaian (dalam) mengelola konflik.
Selama ini pemerintah hanya terpaku dengan penyelesaian konflik secara retorika semata, yang mengacu pada teori-teori tentang konflik berdasar pada analisis ilmuwan, namun melupakan bahwa kita adalah manusia dan akar dari segala permasalahan kita adalah apa yang ada dalam diri kita (moral dan etika atau akhlak)
Dan salah satu yang berperan serta memiliki pengaruh besar dalam pembentukan aklak adalah adanya organisasi berbasis keagamaan yang mampu memberikan pengajarkan agama lewat pendidikan seperti Masdrasah. Sehingga kelak terbentuk pribadi masyarakat yang bermoral sebagai pondasi dasar terciptanya kehidupan berbangsa yang sebagaimana kita semua harapkan.


Karakteristik Pemimpin Ideal

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan ta’atilah Rosul (Nya), dan Ulil amri (orang yang memegang perkara) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rosul (Al-Hadits/sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (QS. An-Nisaa', No. Surat: 4, Ayat: 59).

UUD '45 BAB III, tentang KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA, Pasal 6, ayat 1 dan 2, yang berbunyi:
(1) Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani, untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Pemimpin dan kepemimpinan merupakan persoalan keseharian dalam kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, berusaha, berbangsa dan bernegara. Kemajuan dan kemunduran masyarakat, organisasi, usaha, bangsa dan megara antara lain dipengaruhi oleh para pemimpinnya. Oleh karena itu sejumlah teori tentang pemimpin dan kepemimpinanpun bermunculan dan kian berkembang.

Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, “Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.” Hal yang hampir sama dikemukakan oleh  Robert Tanembaum
“Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.” Sedangkan menurut Prof. Maccoby, “Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.”


Kontribusi Muhammadiyah di Bidang Pembenahan Akhlak Bangsa Dan Menciptakan Pemimpin Yang Ideal


Jika kita menitik sebentar ke belakang, ke zaman sebelum kemerdekaan, di mana kesadaran membentuk kesatuan dan persatuan sebagai sebuah negara yang berdaulat belum ada, organisasi berbasis Islam termasuk Muhammadiyah sangat berperan dalam mempersatukan masyarakat untuk maju dan berjuang dalam meraih kemerdekaan. Pada tahun 1930-an, menjelang Perang Dunia II, pemimpin-pemimpin Muhammadiyah, di antaranya KH Mas Mansyur, Prof. Kahar Muzakir, dan Dr. Sukiman Wirjosandjoyo, mensponsori berdirinya Partai Islam Indonesia. KH. Mas Mansyur juga aktif di GAPI, bahkan diunggulkan sebagai ketua Majelis Rakyat Indonesia, yang merupakan badan parlemen dari kaum pergerakan nasional.
Semenjak masa berdirinya, banyak kader Muhammadiyah yang ikut berjuang, misalnya di perang kemerdekaan. Sementara itu setelah Indonesia merdeka, mulai bergerak kembali ke berbagai bidang, selain terjun dalam perjuangan fisik seperti membantu melawan agresi Belanda maupun bidang non-fisik seperti pemberihan pelatihan keagamaan dan bantuan kesehatan. Sementara itu, pada zaman revolusi dan demokrasi liberal, banyak anggota Muhammadiyah yang memasuki partai politik Masyumi, untuk berdiri di garis depan sebagai perwakilan suara rakyat.
Muhammadiyah yang dikenal sebagai organisasi yang telah mengembuskan jiwa pembaruan Islam di Indonesia dan bergerak di berbagai bidang kehidupan umat, memberikan titik tekan tersendiri bagi dunia pendidikan. Karena Muhammadiyah sadar bahwa segala jenis permasalah bermula dari akhlak manusia yang buruk. Jadi untuk menciptakan bangsa yang kuat maka akhlak bangsa pun harus dibenahi. 
Langkah yang diambil Muhammadiyah antara lain, (1) memperteguh iman, menggembirakan dan memperkuat ibadah, serta mempertinggi akhlak; (2) mempergiat dan memperdalam penyelidikan ilmu agama Islam untuk mendapatkan kemurniannya; (3) memajukan dan memperbarui pendidikan, pengajaran dan kebudayaan serta memperluas ilmu pengetahuan menurut tuntunan Islam; (4) menggiatkan dan menggembirakan dakwah Islam serta amar ma’ruf nahi munkar; (5) mendirikan, menggembirakan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf; (6) membimbing kaum wanita ke arah kesadaran beragama dan berorganisasi; (7) membimbing para pemuda agar menjadi orang Islam berarti; (8) membimbing ke arah kehidupan dan penghidupan sesuai dengan ajaran Islam; (9) menggerakkan dan menumbuhkan rasa tolong menolong dalam kebajikan takwa; (10) menanam kesadaran agar tuntunan dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat. 
Dan hal tersebut tercermin dalam salah satu langkah Muhammadiyah menciptakan kader-kader muda yang sesuai semangat Muhammadiyah seperti IMM Airlangga misalnya, yang sering melakukan bakti sosial sebagai wujud kepedulian dan pembelajaran kepribadian.

  










Sebelum mengakhiri tulisan ini marilah kita ingat kembali pesan KH. Ahmad Dahlan sebagai berikut, “…Aku ingin berpesan pula hendaknya kamu bekerja dengan bersungguh-sungguh, bijaksana dan tetap berhati-hati, dan waspada dalam menggerakkan Muhammadiyah dan menggerakkan tenaga umat. Hal ini jangan kau kira urusan kecil. Inilah pesanku, siapa saja yang mengindahkan pesanku, tanda mereka tetap mencintai aku dan Muhammadiyah.” Selain itu beliau melanjutkan, “Adapun untuk menjaga keselamatan Muhammadiyah, maka perlulah kita berusaha dan menjalankan serta mengikuti garis khittahku; hendaklah kamu sekali-kali tidak menduakan pandangan Muhammadiyah dengan perkumpulan lain, jangan sentimen, jangan sakit hati kalau menerima celaan dan kritikan, jangan sombong, jangan berbesar hati kalau menerima pujian, jangan jubirya (ujub, kibir, riya), ikhlas dan murnikan hati kalau sedang berkorban harta benda, pikiran dan tenaga, dan harus bersungguh hati dan tetap tegak pendirianmu!”

"Fishabul Khairat!"

Menurut Dahlan “Gerakan Pencerahan untuk Indonesia Berkemajuan maka kekuatan kedalam itu harus lebih diutamakan Sebelum melangkah lebih jauh untuk keluar, maka strategi yang dilakukan adalah penguatan diri kedalam, jangan sampai kita keluar tapi didalam malah berantakan.

Jumat, 26 Juni 2015

Ibu, Ayah, Dan Harapanku Yang Tersisa Di Kepulauan Seribu

Pulau itu adalah ibu, dengan ribuan pasir yang disebut kasih. Dan laut yang kupanggil ayah, adalah kumpulan ombak perasaan yang buihnya dalam ingatanku selalu menyentuh pasir ibu. Namun laut adalah gelombang yang tak pernah tinggal diam, ia selalu bergelombang tak pernah tetap tinggal disebuah pesisir daratan. Dan ialah laut yang senantiasa berpetualang. Lantas pergi, lenyap. Ayah...

Sejak hilangnya kehadiran sosok ayah yang tak pernah kuingat kapan terjadinya, namun hanya segumpal perasaan yang terkadang bersemayam. Kerinduan. Gelompang pasang ayah tak pernah lagi datang membasahi pulau ibu atau bahkan sekedar mengunjungiku.

Dan sepuluh tahun sudah lamanya, sejak tak pernah kuhirup aroma ayah disetiap musimnya. Karenanya aku mengundang mereka berdua datang ke pulau ini. Kuselipkan surat undangan dengan bau laut dan pantai dalam seribu gugusan pulau kepingan harapan. Akhirnya mereka pun datang, itulah yang kudengar. Dengan kebahagiaan yang meledak-ledak aku menyambut mereka dengan
serangkaian bunga-bunga tulisan yang kutitipkan pada penjaga pantai. 

Tips Mengajarkan Anak-Anak Menabung

Anak-anak identik dengan banyak kemauan dan selalu lapar mata ketika melihat barang-barang yang menarik. Setiap kali mereka diajak ke luar rumah misalnya ke pasar atau mall, mereka selalu meminta dibelikan barang ini dan itu, bahkan terkadang tidak mau tahu jika keuangan orangtuanya sedang tidak ada. Dan yang lebih parahnya lagi anak-anak bisa menanggis sejadi-jadinya tanpa peduli ia sedang ada di mana. Tak jarang kebiasaan seperti ini akan terus berlanjut sampai anak tersebut menginjak masa remaja. Kebiasaan seperti ini membuat anak menjadi manja dan egois-apa saja keinginannya selalu ingin dituruti tanpa mau peduli kondisi orangtuanya. Dan sikap anak seperti ini di zaman sekarang sangat sering kita temui. Di lingkungan sekitar saya sendiri fenomena ini telah menjadi pemandangan sehari-hari. Bahkan yang lebih parahnya lagi anak sampai berani durhaka kepada orangtua hanya gara-gara tak dibelikan sesuatu yang ia inginkan.
Kebiasaan buruk seperti yang saya utarakan diatas sebenarnya bisa dihindari jika sedari kecil dengan ditanamkan sikap gemar menabung oleh orangtua, karena sikap gemar menabung menumbuhkan kehati-hatian anak dalam mengelola uang dan menumbuhkan sikap kemandirian finansial. Namun kebanyakan anak tidak paham pentingnya menabung dan disinilah peran orangtua dalam mengarahkan anak sangat diperlukan. Memang tidak instan hasilnya, karena membutuhkan kesabaran orangtua dalam mendampingi anak belajar menabung. Tapi apakah ibu atau bapak mau kelak anaknya menjadi manja, bergantung terus pada orangtua bahkan durhaka? tidak bukan!
Dalam keluarga saya sendiri ajaran untuk menabung sudah ditanamkan sejak kecil. Beberapa tips di bawah ini mungkin dapat membantu orangtua dalam mengajarkan anaknya untuk menabung:


1. Beri kepercayaan anak mengelola uangnya sendiri
Banyak orangtua tidak percaya pada kemampuan buah hatinya sendiri, sehingga orangtua