Assalamu'alaikum. Arin H. Widhi

Selasa, 01 September 2015

Membaca Di Balik Surat Al-Fatihah

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ

Bismillāhir rahmānir rahīm

ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ
Alhamdu lillāhi rabbil ʿālamīn

ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ
Arrahmānir rahīm

ﻣﻠﻚ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ
Māliki yaumiddīn

ﺍﻳﺎﻙ ﻧﻌﺒﺪ ﻭﺍﻳﺎﻙ ﻧﺴﺘﻌﻴﻦ
Iyyāka naʿbudu wa iyyāka nastaʿīn

ﺍﻫﺪﻧﺎ ﺍﻟﺼﺮﻁ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﻴﻢ
Ihdinās ṣirāṭal-mustaqīm

ﺻﺮﺍﻁ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺍﻧﻌﻤﺖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻤﻐﻀﻮﺏ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﻻ ﺍﻟﻀﺎﻟﻲ
Ṣirāṭal-ladzīna anʿamta ʿalaihim ġayril maġdūbi ʿalaihim walāḍḍāllīn.
Surah Al-Fatihah (Arab: ﺍﻟﻔﺎﺗﺢ , al-Fātihah , "Pembukaan") merupakan surah yang pertama-tama diturunkan dengan lengkap di antara surah-surah yang ada dalam Al-Qur'an .
Surah ini disebut Al-Fatihah (Pembukaan), karena dengan surah inilah dibuka dan dimulainya Al-Quran. Dinamakan Ummul Qur'an ( ﺃﻡّ ﺍﻟﻘﺮﺀﺍﻥ ; induk al-Quran) atau Ummul Kitab (ﺃﻡّ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ; induk Al-Kitab) karena dia merupakan induk dari semua isi Al-Quran. Dinamakan pula As Sab'ul matsaany ( ﺍﻟﺴﺒﻊ ﺍﻟﻤﺜﺎﻧﻲ ; tujuh yang berulang-ulang) karena jumlah ayatnya yang tujuh dan dibaca berulang-ulang dalam salat. Dalam Al-Ummudzaj Al-Farid memuat isyarat tentang realisasi yang menerangkan tentang rahasia perlambang huruf:
"Semua yang tercantum dalam kitab-kitab yang diwahyukan tertera dalam Al-Qur'an, dan semua yang tertera di dalam Al-Qur'an ada di dalam Al-Fatihah, dan semua yang tertera di dalam Al-Fatihah terdapat di dalam Bismillahir Rahmanir Rahim..."
1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,
3. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
4. Yang menguasai hari pembalasan
5. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan;
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang sesat.
Dalam Al-Fatihah terkandung do'a seorang hamba kepada Rabbnya, yang mana do'a tersebut mengisyaratkan hasrat hati seorang hamba untuk dapat mendekat hingga sampai pada kehadiratNya.

Rabu, 01 Juli 2015

Pernikahan Dan Cinta-sesama jenis-

Pernikahan kami adalah wujud kemenangan cinta, kira-kira begitulah pendapat para pelaku pernikahan sesama jenis yang pada 26 Juni kemarin dilegalkan oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat.
Jika sebuah pernikahan hanya dimaknai sebatas penyatuan cinta dari dua individu, alangkah rendahnya hakikat sebuah pernikahan itu. Karena tak semua cinta itu mengandung pengasuhan, tanggung jawab, perhatian, dan pengenalan. Bahkan sebuah cinta bisa menjadi sebuah kecenderungan orientasi individu kepada oranglain. Sedangkan menurut Frued, cinta adalah manifestasi nafsu seksual yang diarahkan kepada oranglain atau pada dirinya sendiri. Kecintaan juga dipandang oleh para spiritualis sebagai sebuah dinding penghalang pandangan terhadap sesuatu yang sejati.
Dari zaman primitif, dari anjing sampai kuda nil, yang namanya pernikahan itu tak sekedar hanya mengejar cinta-kepuasan perasaan, biologis pribadi semata-  karena tujuan utama dari pernikahan adalah meneruskan keturunan.

Selasa, 30 Juni 2015

Muhammdiyah; Muktamar ke-47 Dan Harapan





يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍۢ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًۭا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۭ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Al Hujuraat (49):13]



Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia yang Terancam

Konflik yang berakhir pada pelanggaran HAM; pembunuhan, pembantaian, penyiksaan, dan penindasan dan lain sebagainya, terhadap suatu golongan masyarakat tertentu, di Indonesia seperti telah menjadi bagian dari budaya masyarakat kita sendiri, sekalipun kita tidak bisa membantah sejarah bahwa Indonesia memang memiliki latar belakang sejarah modern yang dipenuhi konflik dan pelanggaran HAM. Fakta ini bisa dilihat dari berbagai rupa konflik dan yang pernah dialami oleh Indonesia, mulai dari pelanggaran HAM  yang bersifat vertikal maupun yang bersifat horisontal, dari zaman Orde baru, yang sering dikaitan dengan isu pelanggaran HAM oleh aparat negara terhadap warga, konflik negara dengan separatisme Aceh dan Papua, kasus Mesuji sampai dengan konflik masyarakat dengan masyarakat akibat perebutan sumber daya alam, penyerangan komunitas terhadap komunitas lain yang belakangan ini marak terjadi; perang sampit, konflik Maluku, konflik Syiah-Sunni (Madura) dll.
Dan jika tidak segera ditangani persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai NKRI terancam dengan adanya konflik tersebut. Keberadaan konflik tersebut tidak lepas dari keanekaragaman

kultural masyarakat Indonesia yang terbentuk dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Secara geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana setiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat dengan kultur tertentu. 
“Kondisi itu akan semakin berbahaya jika ada isu-isu suku ras, agama, etnik dan antar golongan (SARA) yang sengaja dimainkan pihak-pihak tertentu,” ujar pakar psikologi konflik dari Universitas Pertahanan (Unhan) Dr.Ichsan Malik dalam beritatrans.com  di Bandung, Selasa (28/10/2014).
Masalah disintegrasi bangsa merupakan permasalahan kompleks sebagai akibat akumulasi permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka akan menjadi problem yang berkepanjangan. 
Prof. Dr. M. Mohtar Mas'oed dalam kata sambutannya di buku 'Menangani Konflik di Indonesia' yang ditulis Dr. Bambang W. Soeharto, M.Si, mengatakan bahwa kita (bangsa Indonesia) mempunyai reputasi sebagai bangsa yang kurang kepandaian (dalam) mengelola konflik.
Selama ini pemerintah hanya terpaku dengan penyelesaian konflik secara retorika semata, yang mengacu pada teori-teori tentang konflik berdasar pada analisis ilmuwan, namun melupakan bahwa kita adalah manusia dan akar dari segala permasalahan kita adalah apa yang ada dalam diri kita (moral dan etika atau akhlak)
Dan salah satu yang berperan serta memiliki pengaruh besar dalam pembentukan aklak adalah adanya organisasi berbasis keagamaan yang mampu memberikan pengajarkan agama lewat pendidikan seperti Masdrasah. Sehingga kelak terbentuk pribadi masyarakat yang bermoral sebagai pondasi dasar terciptanya kehidupan berbangsa yang sebagaimana kita semua harapkan.


Karakteristik Pemimpin Ideal

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan ta’atilah Rosul (Nya), dan Ulil amri (orang yang memegang perkara) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rosul (Al-Hadits/sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (QS. An-Nisaa', No. Surat: 4, Ayat: 59).

UUD '45 BAB III, tentang KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA, Pasal 6, ayat 1 dan 2, yang berbunyi:
(1) Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani, untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Pemimpin dan kepemimpinan merupakan persoalan keseharian dalam kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, berusaha, berbangsa dan bernegara. Kemajuan dan kemunduran masyarakat, organisasi, usaha, bangsa dan megara antara lain dipengaruhi oleh para pemimpinnya. Oleh karena itu sejumlah teori tentang pemimpin dan kepemimpinanpun bermunculan dan kian berkembang.

Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, “Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.” Hal yang hampir sama dikemukakan oleh  Robert Tanembaum
“Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.” Sedangkan menurut Prof. Maccoby, “Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.”


Kontribusi Muhammadiyah di Bidang Pembenahan Akhlak Bangsa Dan Menciptakan Pemimpin Yang Ideal


Jika kita menitik sebentar ke belakang, ke zaman sebelum kemerdekaan, di mana kesadaran membentuk kesatuan dan persatuan sebagai sebuah negara yang berdaulat belum ada, organisasi berbasis Islam termasuk Muhammadiyah sangat berperan dalam mempersatukan masyarakat untuk maju dan berjuang dalam meraih kemerdekaan. Pada tahun 1930-an, menjelang Perang Dunia II, pemimpin-pemimpin Muhammadiyah, di antaranya KH Mas Mansyur, Prof. Kahar Muzakir, dan Dr. Sukiman Wirjosandjoyo, mensponsori berdirinya Partai Islam Indonesia. KH. Mas Mansyur juga aktif di GAPI, bahkan diunggulkan sebagai ketua Majelis Rakyat Indonesia, yang merupakan badan parlemen dari kaum pergerakan nasional.
Semenjak masa berdirinya, banyak kader Muhammadiyah yang ikut berjuang, misalnya di perang kemerdekaan. Sementara itu setelah Indonesia merdeka, mulai bergerak kembali ke berbagai bidang, selain terjun dalam perjuangan fisik seperti membantu melawan agresi Belanda maupun bidang non-fisik seperti pemberihan pelatihan keagamaan dan bantuan kesehatan. Sementara itu, pada zaman revolusi dan demokrasi liberal, banyak anggota Muhammadiyah yang memasuki partai politik Masyumi, untuk berdiri di garis depan sebagai perwakilan suara rakyat.
Muhammadiyah yang dikenal sebagai organisasi yang telah mengembuskan jiwa pembaruan Islam di Indonesia dan bergerak di berbagai bidang kehidupan umat, memberikan titik tekan tersendiri bagi dunia pendidikan. Karena Muhammadiyah sadar bahwa segala jenis permasalah bermula dari akhlak manusia yang buruk. Jadi untuk menciptakan bangsa yang kuat maka akhlak bangsa pun harus dibenahi. 
Langkah yang diambil Muhammadiyah antara lain, (1) memperteguh iman, menggembirakan dan memperkuat ibadah, serta mempertinggi akhlak; (2) mempergiat dan memperdalam penyelidikan ilmu agama Islam untuk mendapatkan kemurniannya; (3) memajukan dan memperbarui pendidikan, pengajaran dan kebudayaan serta memperluas ilmu pengetahuan menurut tuntunan Islam; (4) menggiatkan dan menggembirakan dakwah Islam serta amar ma’ruf nahi munkar; (5) mendirikan, menggembirakan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf; (6) membimbing kaum wanita ke arah kesadaran beragama dan berorganisasi; (7) membimbing para pemuda agar menjadi orang Islam berarti; (8) membimbing ke arah kehidupan dan penghidupan sesuai dengan ajaran Islam; (9) menggerakkan dan menumbuhkan rasa tolong menolong dalam kebajikan takwa; (10) menanam kesadaran agar tuntunan dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat. 
Dan hal tersebut tercermin dalam salah satu langkah Muhammadiyah menciptakan kader-kader muda yang sesuai semangat Muhammadiyah seperti IMM Airlangga misalnya, yang sering melakukan bakti sosial sebagai wujud kepedulian dan pembelajaran kepribadian.

  










Sebelum mengakhiri tulisan ini marilah kita ingat kembali pesan KH. Ahmad Dahlan sebagai berikut, “…Aku ingin berpesan pula hendaknya kamu bekerja dengan bersungguh-sungguh, bijaksana dan tetap berhati-hati, dan waspada dalam menggerakkan Muhammadiyah dan menggerakkan tenaga umat. Hal ini jangan kau kira urusan kecil. Inilah pesanku, siapa saja yang mengindahkan pesanku, tanda mereka tetap mencintai aku dan Muhammadiyah.” Selain itu beliau melanjutkan, “Adapun untuk menjaga keselamatan Muhammadiyah, maka perlulah kita berusaha dan menjalankan serta mengikuti garis khittahku; hendaklah kamu sekali-kali tidak menduakan pandangan Muhammadiyah dengan perkumpulan lain, jangan sentimen, jangan sakit hati kalau menerima celaan dan kritikan, jangan sombong, jangan berbesar hati kalau menerima pujian, jangan jubirya (ujub, kibir, riya), ikhlas dan murnikan hati kalau sedang berkorban harta benda, pikiran dan tenaga, dan harus bersungguh hati dan tetap tegak pendirianmu!”

"Fishabul Khairat!"

Menurut Dahlan “Gerakan Pencerahan untuk Indonesia Berkemajuan maka kekuatan kedalam itu harus lebih diutamakan Sebelum melangkah lebih jauh untuk keluar, maka strategi yang dilakukan adalah penguatan diri kedalam, jangan sampai kita keluar tapi didalam malah berantakan.

Jumat, 26 Juni 2015

Ibu, Ayah, Dan Harapanku Yang Tersisa Di Kepulauan Seribu

Pulau itu adalah ibu, dengan ribuan pasir yang disebut kasih. Dan laut yang kupanggil ayah, adalah kumpulan ombak perasaan yang buihnya dalam ingatanku selalu menyentuh pasir ibu. Namun laut adalah gelombang yang tak pernah tinggal diam, ia selalu bergelombang tak pernah tetap tinggal disebuah pesisir daratan. Dan ialah laut yang senantiasa berpetualang. Lantas pergi, lenyap. Ayah...

Sejak hilangnya kehadiran sosok ayah yang tak pernah kuingat kapan terjadinya, namun hanya segumpal perasaan yang terkadang bersemayam. Kerinduan. Gelompang pasang ayah tak pernah lagi datang membasahi pulau ibu atau bahkan sekedar mengunjungiku.

Dan sepuluh tahun sudah lamanya, sejak tak pernah kuhirup aroma ayah disetiap musimnya. Karenanya aku mengundang mereka berdua datang ke pulau ini. Kuselipkan surat undangan dengan bau laut dan pantai dalam seribu gugusan pulau kepingan harapan. Akhirnya mereka pun datang, itulah yang kudengar. Dengan kebahagiaan yang meledak-ledak aku menyambut mereka dengan
serangkaian bunga-bunga tulisan yang kutitipkan pada penjaga pantai. 

Tips Mengajarkan Anak-Anak Menabung

Anak-anak identik dengan banyak kemauan dan selalu lapar mata ketika melihat barang-barang yang menarik. Setiap kali mereka diajak ke luar rumah misalnya ke pasar atau mall, mereka selalu meminta dibelikan barang ini dan itu, bahkan terkadang tidak mau tahu jika keuangan orangtuanya sedang tidak ada. Dan yang lebih parahnya lagi anak-anak bisa menanggis sejadi-jadinya tanpa peduli ia sedang ada di mana. Tak jarang kebiasaan seperti ini akan terus berlanjut sampai anak tersebut menginjak masa remaja. Kebiasaan seperti ini membuat anak menjadi manja dan egois-apa saja keinginannya selalu ingin dituruti tanpa mau peduli kondisi orangtuanya. Dan sikap anak seperti ini di zaman sekarang sangat sering kita temui. Di lingkungan sekitar saya sendiri fenomena ini telah menjadi pemandangan sehari-hari. Bahkan yang lebih parahnya lagi anak sampai berani durhaka kepada orangtua hanya gara-gara tak dibelikan sesuatu yang ia inginkan.
Kebiasaan buruk seperti yang saya utarakan diatas sebenarnya bisa dihindari jika sedari kecil dengan ditanamkan sikap gemar menabung oleh orangtua, karena sikap gemar menabung menumbuhkan kehati-hatian anak dalam mengelola uang dan menumbuhkan sikap kemandirian finansial. Namun kebanyakan anak tidak paham pentingnya menabung dan disinilah peran orangtua dalam mengarahkan anak sangat diperlukan. Memang tidak instan hasilnya, karena membutuhkan kesabaran orangtua dalam mendampingi anak belajar menabung. Tapi apakah ibu atau bapak mau kelak anaknya menjadi manja, bergantung terus pada orangtua bahkan durhaka? tidak bukan!
Dalam keluarga saya sendiri ajaran untuk menabung sudah ditanamkan sejak kecil. Beberapa tips di bawah ini mungkin dapat membantu orangtua dalam mengajarkan anaknya untuk menabung:


1. Beri kepercayaan anak mengelola uangnya sendiri
Banyak orangtua tidak percaya pada kemampuan buah hatinya sendiri, sehingga orangtua

Sabtu, 25 April 2015

Perlawanan Kartini Dan Adat Patriarki Jawa

(Surat kepada Nona Zeehandelaar, 18 Agustus 1899)

...kami, perempuan yang terantai adat istiadat lama, hanya sedikit saja mendapatkan kebahagian dari sebuah pendidikan. Ketika perempuan keluar rumah untuk bersekolah, masyarakat sudah mengatakan bahwa kami melanggar adat. Adat di negeri kami melarang dengan keras seorang gadis yang belum menikah keluar rumah. Pada usiaku yang kedua belas tahun. saya ditahan di dalam rumah-saya dipingit, diasingkan dari dunia luar, seorang diri, sunyi senyap. Saya tidak boleh keluar rumah tanpa adanya seorang suami, lelaki yang dipilihkan oleh orangtua kami untuk kami, tanpa sepengetahuan kami.....
.....adat sopan santun kami orang jawa pun sangat rumit. Adikku harus merangkak ketika berada di depanku. Kalau adikku duduk di kursi, lalu aku berjalan di depannya, adikku harus segera turun kemudian duduk di tanah, ia harus menundukkan kepalanya sampai aku berlalu dari hadapannya....dan bila sedang berbicara kepadaku tiap akhir kalimat haruslah diakhiri dengan sembah. setiap gadis harus berjalan perlahan dengan langkah pendek, gerakkannya lambat seperti seekor siput. Bila seorang gadis berjalan cepat dia akan dikata orang seperti kuda liar....


(Surat kepada Nona Zeehandelaar, 6 November 1899)
...Sangkamu aku tinggal dalam terungku atau yang serupa dengan itu. Bukan Stella, penjaraku adalah rumahku sendiri...tembok tinggi inilah penjara kami. Aku putus asa dan sedih, kuhempaskan tubuhku pada pintu yang senantiasa tertutup, dan kepada dinding bengis itu. Kemana aku harus pergi, setiap kali hanya kutemui jalan buntu oleh tembok batu dan pintu yang terkunci....Tak akan bergunanya menerjemahkan buku Hilda Van Suylenburg ke dalam bahasa Melayu, siapa yang akan membacanya kecuali kaum lelaki. Masih sedikit sekali perempuan Jawa yang menguasai bahasa Melayu.

(Surat kepada Ny. Ovink-Soer, November 1899)

...Orang Belanda menertawakan dan mencemooh (kebodohan) kami (orang Jawa), tetapi jika kami mencoba memajukan pola pikir kami, sikap mereka (orang Belanda) berubah menjadi mengancam....Aduh, aduh, sangkaku hanya si 'Jawa' bodoh itu saja yang ingin disanjung demikian rupa, tetapi agaknya orang Barat yang beradab dan terpelajar itu tak segan ingin disanjung-sanjung (dengan sebutan Kanjeng), bahkan

Komunitas Poligami Sakinah; Berorientasi menjadi Forum Perlindungan Istri dan Keluarga Sakinah Atau Akan Menjadi Laskar Perlindungan Dalih Lelaki Hobi Menikah?

Komunitas Poligami Sakinah; Berorientasi menjadi Forum Perlindungan Istri dan Keluarga Sakinah Atau Akan Menjadi Laskar Perlindungan Dalih Lelaki Hobi Menikah?



Poligami memang adalah sebuah pilihan dan dianggap menjadi jalan keluar bagi beberapa masalah dalam sebuah pernikahan, seperti permasalahan keturunan atau masalah difungsi perempuan. Namun pilihan poligami diambil bukan 'BERDASARKAN PADA KEINGINAN LAKI-LAKI' dan poligami yang diridhoi Allah Swt adalah poligami yang mendapat izin istri sebelum poligami itu terlaksana.


Adapun dalil yang memperbolehkan pernikahan poligami sebagai berikut;


Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau empat—kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja—atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya. (QS an-Nisa’ [4]: 3).

Kamis, 16 April 2015

Krisis Rumah Tangga

Rumah tangga itu ibarat bangunan rumah, tidak berdiri begitu saja tanpa adanya komponen-komponen penopang hingga menjadikannya bisa berdiri dengan kokoh. Masalah dalam rumah tangga itu seperti musibah, ketika rumah diterjang musibah angin topan misalnya, ia akan hancur. Namun kesadaran dari penghuni rumah tersebutlah yg bisa membuat rumah itu berdiri kembali, bahkan atas kesadaran dari penghuni tersebut rumah itu bisa terawat dengan baik atau mennjadi rumah 'suwung' yang terabaikan. Sedangkan perselingkuhan bermula dari rasa ketidakpuasan terhadap pasangan. Disfungsi peran, dimana seorang lelaki tidak bisa berperan sebagai suami, dan wanita tidak mampu berperan menjadi istri bisa bermula dari kurang sadarnya mereka akan arti suami yg adalah customer istri dan istri adalah costumer suami. Pengabaian sekecil apapun, bisa membuatnya berpaling kekios lain yg menawarkan jasa yg dirasa lebih mengiurkan. Komunikasi antar pasangan, sekecil apapun itu sangatlah diperlukan, sehingga tahu apa yg bisa membuat saling bahagia dan membahagiakan.
Tapi kasusnya akan berbeda jika seorang lelaki dewasa yang tidak sehat mentalnya, selalu memiliki penghayatan negatif kepada dirinya, namun tak jarang ia memiliki memiliki sifat mengangungkan dirinya melebihi orang lain disekitarnya. Jika seorang wanita menikah dengan lelaki semacam itu, dapat dipastikan bahwa

Senin, 09 Maret 2015

Sejarah Sastra Jepang Modern Bagian III

Kawabata Yasunari

Yasunari Kawabata adalah adalah seorang novelis Jepang yang prosa liriknya membuat ia memenangkan Penghargaan Nobel dalam Sastra pada 1968. Ia menjadi orang Jepang pertama yang memperoleh penghargaan tersebut. Karya-karyanya hingga kini masih dibaca bahkan di dunia internasional.
Sementara masih menjadi mahasiswa, Kawabata menghidupkan kembali majalah sastra Universitas Tokyo, "Shin-shichō" (Arus Pemikiran Baru) yang telah mati lebih dari empat tahun. Di situ ia menerbitkan cerita pendeknya yang pertama, "Shokonsai Ikkei" ("Suasana pada suatu pemanggilan arwah") -- sebuah karya yang

Sejarah Sastra Jepang Modern Bagian II

Periode antara pergantian abad dan dominisasi militerisme pada tahun 1930-an, memproduksi tiga penulis besar, yaitu Mori Ōgai, Natsume Soseki dan  Ryunosuke Akutagawa.

Mori Ogai

Mori Ogai adalah novelis Jepang, penerjemah, kritikus, sekaligus dokter militer, peneliti kedokteran, dan seorang birokrat. Setelah lulus sebagai dokter, Mori diterima di korps dokter militer angkatan darat, dan belajar ke Jerman selama 4 tahun atas biaya negara. Sepulangnya dari Jerman, Mori menerbitkan antologi puisi terjemahan berjudul Omokage dan novel Maihime (Dancing Girl). Improvisatoren (The Improvisatore: or, Life in Italy) oleh Hans Christian Andersen diterjemahkannya sebagai Sokkyō Shijin. Moori terinspirasi oleh sastra  Jerman dan memainkan peran utama dalam gerakan sastra Jepang romantis. Mori mulai aktif sebagai penulis sejak menerbitkan majalah Shigarami Sōshi. Setelah diangkat sebagai Inspektur Jenderal Korps Dokter Militer Angkatan Darat, Mori menghentikan kegiatan tulis menulis untuk sementara. Namun setelah terbitnya majalah Subaru, ia kembali menulis dan menghasilkan

Minggu, 08 Maret 2015

Sejarah Sastra Jepang Modern Bagian I

Restorasi Meiji merupakan langkah awal bagi Jepang untuk menuju zaman modern. Jepang menyadari akibat politik isolasi yang berlangsung lama, sehingga memasukkan kebudayaan barat yang tergesa-gesa. Begitu juga bidang kesusastraan banyak menerima pengaruh dan dorongan dari kebudayaan barat, dan kemudian berkembang dalam negara Jepang. Kesusastraan zaman modern mencerminkan manusia yang hidup dalam masyarakat modern yang cenderung mempunyai sifat borjuis yang menganut paham liberal dan demokrasi. Pada periode awal masuknya kesusastraan barat dipelopori oleh golongan terpelajar yang dimulai dengan kesusastraan terjemahan. Tokoh-tokoh yang mewakili pelancaran jalannya Bunmei Kaika (Revolusi Kebudayaan) yaitu Fukuzawa Yukichi dan Nishi Amane. 

Fukuzawa Yukichi

Fukuzawa Yukichi adalah penulis Jepang, ahli Rangaku sekaligus samurai Domain Nakatsu, penerjemah, pengusaha, pengajar yang mendirikan Universitas Keio. Ia diberangkatkan ke Amerika Serikat sebagai anggota delegasi Jepang dan melakukan perjalanan ke Eropa setahun sebelum Restorasi Meiji. Fukuzawa menerbitkan banyak sekali buku dan artikel, di antaranya Gakumon no Susume (Dorongan untuk Belajar) (1872-1876) dan Bunmeiron no Gairyaku (Garis Besar Teori Peradaban) (1875).  "Langit tidak menciptakan seseorang dengan harkat di atas atau di bawah orang lainnya." adalah kalimat pembuka Gakumon no Susume yang dikenal anak-anak sekolah di Jepang. 
Sebagian besar tulisannya diterbitkan oleh penerbit universitas atau surat kabar Jinji Shimpo yang

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA



Sikap hidup pragmatis pada sebagian besar masyarakat Indonesia dewasa ini mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa. Demikian halnya dengan budaya kekerasan dan anarkisme sosial turut memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai kearifan lokal (local wisdom) yang santun, ramah, saling menghormati, arif, dan religius seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakat sangat mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, kasar, dan vulgar tanpa mampu mengendalikan hawa nafsunya, seperti perilaku para demonstran yang membakar kendaraan atau rumah, merusak gedung, serta berkata kasar, dalam berunjuk rasa seperti yang ditayangkan di televisi. Fenomena itu dapat menjadi representasi melemahnya karakter bangsa yang terkenal ramah, santun, berpekerti luhur, dan berbudi mulia.
Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi yang demikian itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas cendekia, bijak bestari, terampil, berbudi pekerti luhur, berderajat mulia, berperadaban tinggi, dan senantiasa berbakti kepada Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu, dibutuhkan paradigma pendidikan kejiwaan yang berorientasi pada karakter bangsa, yang tidak sekadar memburu kepentingan kognitif (pikir, nalar, dan logika), tetapi juga memperhatikan dan mengintegrasi persoalan moral dan keluhuran budi pekerti. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan kejiwaan yang berorientasi pada pembentukan karakter bangsa itu

Pandangan Hamka Mengenai Akal Budi Dan Perkembangan Kaum Muslimin


 Innama bu’ist-tu li utammima makarimal akhlaq!

“Aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti mulia.”

Demikianlah sabda nabi Muhammad s.a.w, menyatakan maksud kedatangannya kea lama dunia ini. Orang yang memahami bahasa Arab dapatlah mengerti maksud dari kalimat ‘Innama’ diawal sabda beliau. Yang juga disebut dengan kalimat ‘Adatu hashr’ yaitu kata-kata menonjolkan satu maksud dan meniadakan yang lain. Dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai ‘tidak lain kedatanganku ini hanya semata-mata untuk menyempurnakan budi-pekerti (akhlaq) yang mulai.” Jelas junjungan kita dalam menghargai usaha kemanusiaan sejak beribu tahun yang lalu.
Ingatlah bagaimana perjalanan beliau sejak muda hingga usia 40 tahun dalam menghadapi masalah kemanusiaan yang rumit tersebut. Dimulai dari usia beliau yang sangat belia dalam memperjuangkan dan memperteguh diri, hingga beliau pun mendapat gelar dari masyarakat pada saat itu dengan sebutan ‘Al-Amin’ yang berarti orang yang sangat dipercayai. Dan ketika genap usia 40 tahun, diterimalah perintah suci dari Allah YME untuk melanjutkan dan menyempurakan kegiatan sebagai utusan Tuhan yang telah diserukan kepadanya.
Kerusakan dan kekacauan jiwa menyebabkan manusia tidak memiliki tujuan hidup. Tiga belas tahun lamanya nabi Muhammad berada di Mekkah untuk menjelaskan tujuan hidup dan menegakkan sesuatu yang dapat membentuk budi, yaitu tujuan keesaan kepada dzat yang meliputi dan menguasai seluruh alam-benda, yang maudjud ini. Itulah yang terkenal dengan kalimat pokok ajaran, yaitu Tauhid.
Belum ada perintah yang mengenai hukum-hukum syariat diturunkan di