Innama
bu’ist-tu li utammima makarimal akhlaq!
“Aku
diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti mulia.”
Demikianlah
sabda nabi Muhammad s.a.w, menyatakan maksud kedatangannya kea lama dunia ini. Orang
yang memahami bahasa Arab dapatlah mengerti maksud dari kalimat ‘Innama’ diawal
sabda beliau. Yang juga disebut dengan kalimat ‘Adatu hashr’ yaitu kata-kata menonjolkan
satu maksud dan meniadakan yang lain. Dalam bahasa Indonesia bisa diartikan
sebagai ‘tidak lain kedatanganku ini hanya semata-mata untuk menyempurnakan
budi-pekerti (akhlaq) yang mulai.” Jelas junjungan kita dalam menghargai usaha
kemanusiaan sejak beribu tahun yang lalu.
Ingatlah
bagaimana perjalanan beliau sejak muda hingga usia 40 tahun dalam menghadapi
masalah kemanusiaan yang rumit tersebut. Dimulai dari usia beliau yang sangat
belia dalam memperjuangkan dan memperteguh diri, hingga beliau pun mendapat
gelar dari masyarakat pada saat itu dengan sebutan ‘Al-Amin’ yang berarti orang
yang sangat dipercayai. Dan ketika genap usia 40 tahun, diterimalah perintah
suci dari Allah YME untuk melanjutkan dan menyempurakan kegiatan sebagai utusan
Tuhan yang telah diserukan kepadanya.
Kerusakan
dan kekacauan jiwa menyebabkan manusia tidak memiliki tujuan hidup. Tiga belas
tahun lamanya nabi Muhammad berada di Mekkah untuk menjelaskan tujuan hidup dan
menegakkan sesuatu yang dapat membentuk budi, yaitu tujuan keesaan kepada dzat
yang meliputi dan menguasai seluruh alam-benda, yang maudjud ini. Itulah yang
terkenal dengan kalimat pokok ajaran, yaitu Tauhid.
Belum
ada perintah yang mengenai hukum-hukum syariat diturunkan di
Mekkah, sebelum
kokoh tauhid itu di dalam jiwa. Maka tauhid itulah yang menyebabkan segenap
manusia yang merasakannya, memandang kecil segala urusan di dalam hidup, kecil
kepentingan diri sendiri, kecil kepentingan keluarga dan rumah tangga, kecil
harta benda yang tiada kekal, yang menyebabkan senantiasa timbul perjuangan
perebutan hidup, bahkan kecil seluruh alam yang membentang ini, sejak dari bumi
ke langit, bintang, bulan ke matahari, sampai kepada segalanya yang belum
diketahui manusia, jika dibandingkan kepada kehendak yang maha esa, hanya
Dialah yang maha besar, Allahu Akbar!
Perasaan
tauhid itulah yang menyebabkan pandangan yang mulia. Karena ajaran tauhid
itulah yang mengajarkan kepada manusia untuk tak takut pada kematian dari ridha
Allah subhanahu wa ta’ala. Itulah yang dinamai I’tikad atau keyakinan, maddaa
atau pokok pertama dari keyakinan dan hakikat yang membentuk budi dalam ajaran
nabi Muhammad s.a.w.
Maka
kepadanyalah Al-Qur’an diturunkan. Dan kitab itu pun membenarkan kandungan
serta tujuan dari kitab-kitab yang sudah diturunkan terlebih dahulu. Jelas
dalam Al-Qur’an bagaimana Tuhan memberikan tuntunanNya kepada manusia, supaya
manusia mencapai akhlaq semulia-mulianya ciptaanNya dengan setinggi-tingginya
tujuan hidup. Bahasa yang digunakan begitu agung dan tinggi, bahasa dengan
tutur yang mampu mematahkan keindahan-keindahan syair bangsa Arab, yang mana
mampu menundukkan bangsa yang terkenal liar dan tiada tersusun, menjadi suatu
bangsa yang bersatu pada, membawa jiwa baru, dan hidup dengan penuh rasa
kemanusiaan.
Sebelum
Al-Qur’an menjadi pegangan hidup orang lain, nabi Muhammad telah menjadikan
Al-Qur’an sebagai pegangan hidupnya terlebiih dahulu. Aisyah yang menyaksikan
kehidupan beliau mengatakan; akhlak nabi itu ialah Al-Qur’an. Nabi pun
menegaskan bahwa; Allah sendiri yang membentuk budinya, maka sangat indahlah
bentukanNya.
Allah
berfirman; bahwasannya bumi ini akan kami wariskan kepada hamba kami yang sudi melakukan
amal yang mulia.
Dan
siapakah yang memungkiri, sejak zaman Yunani dan Romawi sampai kepada kaum
muslimin yang telah pernah mencapai puncak menuju kemuliannya. Semua bangsa
yang hancur diakibatkan oleh kemerosotan moral?
Inilah
hukum Allah, sunnatullah yang tidak dapat dirubah.
Namun
siapa yang takkan miris melihat bagaimana kemerosotan umat islam setelah sepeninggal
nabi? Berturut-turut kemunduran akhlak tidak dapat terelakkan, terlebih sejak
jatuhnya Bagdad lantaran serangan bangsa Mongol dan Tartar, sampai terusirnya
kaum Muslimin dari Spanyol diikuti oleh penjajahan yang berturut-turut dari
bangsa Barat sejak dari Portugis, Inggris, Perancis, dan Belanda.
Datangnya
zaman baru di benua Eropa, sejak kebangkitan Luther dan Calvin, sampai Revolusi
Perancis dan Revolusi Amerika, mendapat jiwa baru, semangat baru. Karena
memiliki teknik yang modern, organisasi yang teratur, semuanya bersumber dari
semangat kebangkitan bangsa-bangsa tersebut. Sedangkan pada waktu itu di
negeri-negeri Timur terutama dunia Islam khususnya, hanya diselimuti oleh
semangat yang telah mati. Mati didalam mimpi kepala-kepala agama dan masyarakat
yang terbuai pada kemegahan tarich-tarich Islam, mati didalam kezaliman dan
kekuasaan Raja yang tiada terbatas-kesemena-menaan, mati didalam perangai
mementingkan diri sendiri. Maka sudahlah semestinya yang lemah terdesak oleh
yang kuat, dan sudah semestinya kehendak Tuhan berlaku, yaitu ‘Baqdul-ashlah’
mana yang sesuai itulah yang berkuasa.
Tetapi
pemberian kemampuan oleh Allah kepada bangsa Barat, yaitu yang berupa kemampuan
menguasai teknik modern dan pengorganisiran yang teratur, membuat bangsa Barat
sombong dan takabur, mereka menganggap apa yang mereka dapatkan adalah hasil
olah otaknya sendiri, sehingga kecerdasan yang mereka miliki itu menimbulkan
niat yang lain-menjauh dari Allah. Tanpa mereka sadari mereka telah mengambil
hak Allah yang maha Esa, melakukan hal yang tidak sepatutnya seperti suka
menindas yang lemah, serakah untuk menguasai segala pasar di dunia, dan
merebut/menjajah wilayah bangsa lain serta menimbulkan penderitaan hingga
ratusan tahun.
Rasa
penasaran mungkin timbul ketika melihat kemajuan bangsa Eropa yang begitu
pesat, hingga timbul pertanyaan; mengapa bisa begitu? Peradaban apakah yang
ditegakkan? Mengapa baru separuh perjalanan abad tapi perang telah terjadi dua
kali, bahkan perang yang ketiga telah mengancam kapan saja?
Maka
bangunlah bangsa Timur! Bangkitlah kaum muslimin kembali, insaflah akan
keruntuhan selama ini. Salah satu sebab utama semua itu bisa terjadi ialah
karena disia-siakannya kitab pusaka nabinya, kitab wahyu Tuhannys-Al-Qur’an;
Ikutlah jalanKu, janganlah kamu ikut juga jalan yang lain, engkau akan
terpecah-pecah kalau itu juga engkau turutkan.
Demikianlah
keadaan pada masa sekarang ini. Bangsa-bangsa Timur terutama yang terpenting
kaum muslimin, telah sadar dan bangun kembali, dan memerlukan perkembangan
teknologi dari bangsa Barat. Bangsa Barat telah berhasil mengembangkan
teknologi dan membangun peradaban hingga sedemikian pesatnya, bahkan hal
tersebutlah yang membuat bangsa Barat celaka.
Pertentangan
diantara Sosialisme-Materialisme dengan Demokrasi-Kapitalisme, Nampak
seolah-olah itu merupakan bagian dari sebuah kebenaran, memang kebenaran berada
dalam hati semua orang, termasuk yang belum mengizinkan kebenaran itu timbul
dalam hatinya, atau buah yang sementara belum matang, namun tujuan hakiki dari
semua itu haruslah bermuara kepada persatuan seluruh umat manusia yang
meletakkan tujuannya kepada Allah yang maha esa.
‘Bagi
Allah-lah timur dan barat, dan kemana jua pun kamu berpaling maka di sana
adalah wajah Allah. Sesungguhnya Tuhan (Allah) itu maha luas lagi maha tahu’
(2:115)
Bagi
kita sendiri-kaum muslimin, sedunia kita harus mulai sadar dan mulai bangkit.
Diantara kaum muslimin itu adalah bangsa Indonesia, dia tengah berjuang untuk
kemerdekaan secara hakiki dan dari kemerdekaan itulah akan turut serta membina
akhlaq, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi besar Muhammad s.a.w,
dengan pembinaan tauhid. Pengakukan akan keesaan Tuhan akan menjadi dasar dari
budi atau akhlaq tersebut.
Sebagaimana
kata Syauqi Bey:
Wa
innamal umamul akhlaqu ma baqiat
Wa
in humu zahabat akhlaquhum zahabu
Yang
juga telah disalin kedalam bahasa ibu pertiwi:
Tegak
rumah karena sendi
Runtuh
sendi rumah binasa
Sendi
bangsa ialah budi
Runtuh
budi runtuhlah bangsa
Hamka
*dengan
penyesuaian eja-an dan bahasa dan dikutip dari Lembaga Budicetakan kelima