Assalamu'alaikum. Arin H. Widhi

Minggu, 08 Maret 2015

Sejarah Sastra Jepang Modern Bagian I

Restorasi Meiji merupakan langkah awal bagi Jepang untuk menuju zaman modern. Jepang menyadari akibat politik isolasi yang berlangsung lama, sehingga memasukkan kebudayaan barat yang tergesa-gesa. Begitu juga bidang kesusastraan banyak menerima pengaruh dan dorongan dari kebudayaan barat, dan kemudian berkembang dalam negara Jepang. Kesusastraan zaman modern mencerminkan manusia yang hidup dalam masyarakat modern yang cenderung mempunyai sifat borjuis yang menganut paham liberal dan demokrasi. Pada periode awal masuknya kesusastraan barat dipelopori oleh golongan terpelajar yang dimulai dengan kesusastraan terjemahan. Tokoh-tokoh yang mewakili pelancaran jalannya Bunmei Kaika (Revolusi Kebudayaan) yaitu Fukuzawa Yukichi dan Nishi Amane. 

Fukuzawa Yukichi

Fukuzawa Yukichi adalah penulis Jepang, ahli Rangaku sekaligus samurai Domain Nakatsu, penerjemah, pengusaha, pengajar yang mendirikan Universitas Keio. Ia diberangkatkan ke Amerika Serikat sebagai anggota delegasi Jepang dan melakukan perjalanan ke Eropa setahun sebelum Restorasi Meiji. Fukuzawa menerbitkan banyak sekali buku dan artikel, di antaranya Gakumon no Susume (Dorongan untuk Belajar) (1872-1876) dan Bunmeiron no Gairyaku (Garis Besar Teori Peradaban) (1875).  "Langit tidak menciptakan seseorang dengan harkat di atas atau di bawah orang lainnya." adalah kalimat pembuka Gakumon no Susume yang dikenal anak-anak sekolah di Jepang. 
Sebagian besar tulisannya diterbitkan oleh penerbit universitas atau surat kabar Jinji Shimpo yang
didirikannya pada tahun 1882. Ia juga menulis berbagai esai dan satire mengenai isu-isu kontemporer di bidang politik, hubungan internasional, masalah ekonomi dan keuangan, kebijakan pendidikan, persamaan hak wanita, dan moralitas. Ia adalah salah seorang anggota pendiri kelompok intelektual Meirokusha, dan
ketua pertama Tokyo Academy. Ide-idenya tentang pemerintah dan lembaga-lembaga sosial memengaruhi modernisasi Jepang dalam zaman Meiji. Ia dianggap sebagai salah seorang pendiri Jepang modern. Sejak tahun 1984, lukisan potretnya menghiasi uang kertas pecahan terbesar di Jepang, 10.000 yen.
Setelah Keshogunan Tokugawa tumbang, pemerintah baru Meiji mengajak Fukuzawa untuk menjadi pegawai pemerintah. Ia menolak tawaran tersebut, dan tidak pernah lagi menduduki jabatan dalam pemerintahan atau mendapat penghargaan dari pemerintah. Pada tahun-tahun berikutnya, perhatiannya hanya mengajar di Keio atau mendirikan sekolah modern yang baru di tempat-tempat lain. Ia juga menerjemahkan dan menulis pamflet mengenai Barat, serta buku teks dasar mengenai berbagai macam topik, mulai dari fisika, geografi, militer, Parlemen Inggris, dan hubungan luar negeri. Serangkaian esai yang ditulis dan diterbitkan antara tahun 1872 dan 1876 dirangkum dalam Gakumon no Susume (Dorongan untuk Pembelajaran). Esai pertama merupakan manifestasi pandangannya terhadap masyarakat umum.
Harian Jiji Shimpo diterbitkannya pada 1 Maret 1882. Dalam artikel inaugurasi, Fukuzawa menyatakan bahwa surat kabarnya berhaluan independen dan tidak memihak. Sebagian besar tulisannya sejak itu diterbitkan dalam Jiji Shimpo, mulai dari artikel serius hingga satire. Ia mengangkat semua isu kontemporer, seperti politik, masalah dalam dan luar negeri, ekonomi politik, pendidikan, dan kebijakan pendidikan, serta soal moralitas, terutama hak-hak wanita. Kumpulan tulisannya dalam Jiji Shimpo mengisi hampir setengah dari Kumpulan Karya Fukuzawa (Fukuzawa Zenshū) yang terdiri dari 22 volume.


Nishi Amane

Nishi Amane adalah seorang filsuf dalam periode Meiji Jepang yang membantu memperkenalkan filsafat Barat ke dalam mainstream pendidikan Jepang. Nishi menjadi tokoh terkemuka dalam Revolusi Kebudayaan (Bunmei Kaika).  Pada tahun 1868, ia menterjemahkan dan menerbitkan "Hukum Internasional". Ia juga menerbitkan sebuah ensiklopedia, Hyagaku Renkan, setelah ensiklopedia Perancis Auguste Comte, dan mempromosikan ajaran John Stuart Mill. Pada tahun 1952, Nishi Amane mendapatkan penghormatan dengan diabadikan potretnya pada perangko peringatan 10 yen. 
Berbagai ragam hasil karya barat diterjemahkan dan ditiru sehingga memberikan dorongan dan semangat untuk melahirkan kesusastraan baru. Misalnya Arabia monogatari yang merupakan ringkasan buku Arabia Night dalam bahasa Jepang. Arabia Monogatari merupakan buku terjemahan yang ditulis oleh Hideki Nagamine. Arabia Monogatari diterbitkan pada tahun Meiji 8 (1875), oleh Nihon Hyouronsha (日本評論社), di Tokyo. Karya lainnya adalah Shina Jijou (支那事情) yang ditulis pada tahun Meiji 7 (1870), English and Chinese Dictionary (1881), Hakubutsu Shoukago Jikai (博物小学) yang ditulis pada tahun Meiji 15 (1882), dsb.


Nakae Chomin

Nakae Chomin adalah nama pena dari seorang wartawan, ahli teori politik, dan negarawan pada era Meiji. Nama aslinya adalah Nakae Tosuke. Kontribusi terbesarnya dalam era Meiji adalah mempopulerkan doktrin egaliter dari filsuf Perancis, Jean-Jacques Rousseau, di Jepang. Nakae Chomin juga menulis sebuah buku yang berjudul A Discourse by Three Drunkards on Government. Buku ini dimaksudkan sebagai sindiran politik dan juga berfungsi sebagai informasi kepada massa tentang masa depan Jepang di panggung dunia. Jepang melihat bagaimana Inggris menjajah Cina dan mereka cemas bahwa hal yang sama mungkin akan terjadi kepada mereka. Mereka baru saja keluar dari periode Tokugawa yang terkenal dengan kebijakan isolasi dari dunia luar. Kebijakan isolasi dari dunia luar tersebut berlangsung selama 200 tahun di Jepang. Apa yang akan dipilih Jepang, Demokrasi, Monarki Konstitusional, atau mungkin imperialisme? Master Nankai dan dua pria muda (Mr. Champion dan Mr. Gentleman) duduk di bar dan minum demi membahas manfaat dari setiap sistem.
Chomin memiliki pandangan bahkan jika orang-orang yang tidak berpendidikan atau tidak mampu membaca, dalam waktu dekat mereka akan mendapatkan keterampilan dan mungkin dapat membaca buku-buku yang ringan. Dalam gaya penulisan yang meniru Plato Republic, buku ini mengambil keadaan di Afrika, Eropa dan negara-negara besar di sebelah barat yang harus membayar perbaikan perang ke Inggris setelah perang yang berkecanduan. Jika arahan dari Mr. Champion benar, dia mengacu ke Cina sebagai negara tersebut. Buku ini menjadi seperti buku yang menghina dan mengkritik pemerintah, dan pasti orang-orang dari segala lapisan masyarakat akan tertarik untuk membacanya. Ini memungkin para politisi dapat membaca apa yang Chomin lihat dan katakan tentang mereka; Samurai, untuk melihat dimana Chomin berdiri pada masalah penurunan pangkat terakhir mereka. Para petani mempelajari tentang bagaimana beberapa sistem politik yang berbeda, yang bekerja tanpa harus mempelajari kumpulan kesusasteraan, membaca Rousseau, atau menderita konsekuensi dari penerapan sistem yang bisa saja mendapatkan kemarahan dari para elit evolusi. Buku ini merupakan sebuah catatan ketakutan Chomin mengenai firasatnya yang akurat. Tentu saja posisi politik disuarakan oleh Mr. Gentleman, Mr. Champion dan Master Nankai dengan kesalahan dan kebaikan. Setiap karakter memiliki agenda tertentu. Mr. Gentleman menganjurkan sebuah demokrasi, Mr. Champion menggembor-gemborkan Imperialisme dan Master Nankai yang sudah berenang di lautan Sake Manis yang dibayar oleh Mr. Gentleman dan Mr. Champion tidak setuju dengan pendapat mereka berdua dan menyarankan sebuah Monarki Konstitusional adalah pilihan yang sangat baik.
Mungkin Chomin menggambarkan Master Nankai sebagai karikatur dari dirinya. Pendapat Nankai pada tindakan yang ia ambil cukup jinak dibandingkan dengan kedua pemuda yang minum tersebut. Chomin mungkin melakukan ini dengan sengaja untuk menghindari hukuman lebih lanjut dari pemerintah. Chomin diasingkan karena tulisan-tulisannya dari Tokyo hingga ke kota saingannya, Osaka, dan semuanya telah menjadi gerakan politik yang ditetapkan oleh "heavens will". Pada tahun 1887, tahun yang sama saat penulisan buku ini, Chomin dibuang ke   kota Osaka. Julukan "Penguasa Laut Selatan" yang merupakan gambaran dari Master Nankai adalah permainan kata sarkastik yang dibuat oleh Chomin.
Mr. Gentleman membuat kasus yang layak untuk demokrasi dengan menekankan atribut positif. Dia menyarankan bahwa Jepang akan seperti negara-negara barat dan mengadopsi  demokrasi, karena merupakan akhir dari evolusi alami dalam kemajuan sebuah negara yang sempurna. Orang-orang dapat memilihi pemimpin mereka. Pers akan bebas dan politikus dapat menerima kritik dari publik. Orang-orang akan bebas memilih pekerjaan yang mereka inginkan. Orang-orang berpendapat dengan keadaan mereka yang seperti ini akan menghasilkan negara yang bermanfaat dengan ekonomi yang kuat.  Pada akhirnya, Jepang akan menjadi contoh bagi dunia. Sisi lemah dari argumennya adalah bahwa ia menolak gagasan memiliki militer. Tanpa militer ia percaya bahwa negara-negara dunia akan melihat Jepang sebagai bangsa dengan moral unggul. Entah bagaimana negara ideal ini akan memenangkan hati orang asing dan Jepang akan dilindungi dari meriam dan senapan oleh medan kekuatan moralitas. Dalam dunia yang ideal, mungkin ide ini akan bekerja, tetapi hal tersebut susah dalam melaksanakannya.
Mr. Champion tidak setuju dengan rencana Mr. Gentleman yang mengabaikan pertahanan nasional. Dia mengambil sisi yang berlawanan dan memberikan kesan Jepang akan menjadi negara-negara barat dengan cara ironis yang lain.Dengan ancaman menyerang dan dieksploitasi oleh imperialis Barat, ia menyarankan agar Jepang mengambil rute yang sama untuk mengamankan sumber daya untuk militernya.
Master Nankai mengejek kedua pemuda itu karena kekhawatiran, spontanitas dan rencana dungu mereka.  Ia menegaskan bahwa Jepang akan mendapat manfaat dari sebuah monarki konstitusional yang berdaulat karena cara dan pejabat pemerintah akan menjaga posisi mereka, kaisar akan mempertahankan statusnya dan parlemen akan menjaga dan mengeceknya. Mungkin seorang samuran akan menjadi seorang militer. Nankai berusaha mempertimbangkan semua grup yang berada di Jepang dan berusaha untuk memenuhi semua keinginan mereka.
Ketika Jepang membuka ke seluruh dunia pada periode Meiji (1868-1912), pengaruh konsep-konsep sastra barat dan teknik terasa kuat. Novelis bereksperimen dengan ide-ide 'baru', seperti liberalisme, idealisme romantisme, dan berbagai pengaruh dari Perancis, sastra Inggris atau Jerman. Tsubouchi Shoyo (坪内 逍遥)adalah novelis, kritikus, penerjemah, dan dramawan Jepang. Di antara karya utamanya adalah kritik sastra Shōsetsu Shinzui (Esensi Sebuah Novel), novel Tōsei Shosei Katagi (Cara Berpikir Pelajar Zaman Sekarang), dan terjemahan bahasa Jepang seluruh karya Shakespeare. Ia juga menulis haiku. Tsubouchi Shoyo lahir di Ōta-juku, Distrik Kamo, Provinsi Mino yang termasuk Domain Owari. Ayahnya seorang samurai Domain Owari yang pernah bekerja di kantor gubernur daikan sebagai juru tulis, namun akhirnya kembali ke rumah orang tuanya di Nagoya. Berkat Pengaruh ibunya, Tsubouchi sejak kecil senang membaca haikai, waka, kesusastraan zaman Edo seperti buku bacaan dan buku bergambar.
 Niwa Junichiro menerjemahkan buku karya Baron Edward Bulwer Lytton dengan judul Karyuu Shunwa yang mendapat sambutan baik sebagai hasil karya yang bermutu tinggi. Karyuu Shunwa ( A Spring Tale of Flowers and Willows) diterbitkan pada tahun Meiji 10 (1877) oleh penerbit Sakagami Hansichi, Tokyo. Nakae Chomin dengan karya terjemahan berjudul Uishi Bigaku memperkenalkan cara berpikir yang sistematis dalam kesusastraan, tetapi juga memperkenalkan aliran romantisme dan aliran naturalisme.

Tsubouchi Shoyo

Tsubouchi Shoyo adalah novelis, kritikus, penerjemah, dan dramawan Jepang. Di antara karya utamanya adalah kritik sastra Shōsetsu Shinzui (Esensi Sebuah Novel), novel Tōsei Shosei Katagi (Cara Berpikir Pelajar Zaman Sekarang), dan terjemahan bahasa Jepang seluruh karya Shakespeare. Ia juga menulis haiku.
Kritik sastra Shōsetsu Shinzui (Esensi Sebuah Novel) ditulisnya sewaktu masih berusia 26 tahun. Ia mengecam karya sastra zaman Edo yang isinya tentang ganjaran bagi yang baik dan hukuman bagi yang jahat. Menurutnya, novel sejak awal harus menggambarkan sifat manusia dan baru kemudian menggambarkan adat kebiasaan di dalam masyarakat. Novel Tōsei Shosei Katagi (Cara Berpikir Pelajar Zaman Sekarang) ditulis untuk membuktikan teorinya. Namun, menurut Futabatei Shimei dalam kritik sastra Shōsetsu Sōron (Garis Besar Novel) dan novel Ukigumo, Tsubouchi sendiri tidak berhasil melepaskan diri dari pengaruh kesusastraan Gesaku. Futabatei menggunakan dasar pemikiran kesusatraan Rusia dalam teorinya dan dipergunakan dalam novel Ukigumo yang menceritakan seorang cendekiawan baru yang telah menyadari ego modern dan menentang unsur-unsur feodal. Gaya bahasa yang digunakannya adalah penyatuan bahasa lisan dan bahasa tulisan.

Futabatei Shimei

Setelah berhenti studinya di departemen bahasa Rusia di Sekolah Bahasa Asing Tokyo (東京 外国 学校) sebagai protes atas restrukturisasi administrasi, Futabatei menerbitkan kritik sastra Shōsetsu Sōron pada dorongan dari kritikus dan penulis Tsubouchi Shōyō pada tahun 1886. Ukigumo novel pertama Futabatei yang tidak pernah selesai, namun gaya realis sangat dipengaruhi penulis sesama pada zamannya. Futabatei pandai dalam bahasa Rusia dan menerjemahkan karya Ivan Turgenev dan realis Rusia lainnya dalam bahasa Jepang.Pada tahun 1902, dia belajar bahasa Esperanto di Rusia. Kembali ke Jepang pada 1906, ia menerbitkan buku instruksi Jepang Esperanto pertama, "世界", Sekaigo.


*http://acchanlawliet.blogspot.com/search/label/Sastra%20Jepang
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar