Restorasi
Meiji merupakan langkah awal bagi Jepang untuk menuju zaman modern. Jepang
menyadari akibat politik isolasi yang berlangsung lama, sehingga memasukkan
kebudayaan barat yang tergesa-gesa. Begitu juga bidang kesusastraan banyak
menerima pengaruh dan dorongan dari kebudayaan barat, dan kemudian berkembang
dalam negara Jepang. Kesusastraan zaman modern mencerminkan manusia yang hidup
dalam masyarakat modern yang cenderung mempunyai sifat borjuis yang menganut
paham liberal dan demokrasi. Pada periode awal masuknya kesusastraan barat
dipelopori oleh golongan terpelajar yang dimulai dengan kesusastraan
terjemahan. Tokoh-tokoh yang mewakili pelancaran jalannya Bunmei Kaika
(Revolusi Kebudayaan) yaitu Fukuzawa Yukichi dan Nishi Amane.
Fukuzawa
Yukichi
Fukuzawa
Yukichi adalah penulis Jepang, ahli Rangaku sekaligus samurai Domain Nakatsu,
penerjemah, pengusaha, pengajar yang mendirikan Universitas Keio. Ia
diberangkatkan ke Amerika Serikat sebagai anggota delegasi Jepang dan melakukan
perjalanan ke Eropa setahun sebelum Restorasi Meiji. Fukuzawa menerbitkan
banyak sekali buku dan artikel, di antaranya Gakumon no Susume (Dorongan untuk
Belajar) (1872-1876) dan Bunmeiron no Gairyaku (Garis Besar Teori Peradaban)
(1875). "Langit tidak menciptakan seseorang dengan harkat di
atas atau di bawah orang lainnya." adalah kalimat pembuka Gakumon no
Susume yang dikenal anak-anak sekolah di Jepang.
Sebagian
besar tulisannya diterbitkan oleh penerbit universitas atau surat kabar Jinji
Shimpo yang
didirikannya pada tahun 1882. Ia juga menulis berbagai esai dan satire mengenai isu-isu kontemporer di bidang politik, hubungan internasional, masalah ekonomi dan keuangan, kebijakan pendidikan, persamaan hak wanita, dan moralitas. Ia adalah salah seorang anggota pendiri kelompok intelektual Meirokusha, dan
ketua pertama Tokyo Academy. Ide-idenya tentang pemerintah dan
lembaga-lembaga sosial memengaruhi modernisasi Jepang dalam zaman Meiji. Ia
dianggap sebagai salah seorang pendiri Jepang modern. Sejak tahun 1984, lukisan
potretnya menghiasi uang kertas pecahan terbesar di Jepang, 10.000 yen.didirikannya pada tahun 1882. Ia juga menulis berbagai esai dan satire mengenai isu-isu kontemporer di bidang politik, hubungan internasional, masalah ekonomi dan keuangan, kebijakan pendidikan, persamaan hak wanita, dan moralitas. Ia adalah salah seorang anggota pendiri kelompok intelektual Meirokusha, dan
Setelah
Keshogunan Tokugawa tumbang, pemerintah baru Meiji mengajak Fukuzawa untuk
menjadi pegawai pemerintah. Ia menolak tawaran tersebut, dan tidak pernah lagi
menduduki jabatan dalam pemerintahan atau mendapat penghargaan dari
pemerintah. Pada tahun-tahun berikutnya, perhatiannya hanya mengajar di
Keio atau mendirikan sekolah modern yang baru di tempat-tempat lain. Ia juga
menerjemahkan dan menulis pamflet mengenai Barat, serta buku teks dasar
mengenai berbagai macam topik, mulai dari fisika, geografi, militer, Parlemen
Inggris, dan hubungan luar negeri. Serangkaian esai yang ditulis dan
diterbitkan antara tahun 1872 dan 1876 dirangkum dalam Gakumon no Susume (Dorongan
untuk Pembelajaran). Esai pertama merupakan manifestasi pandangannya terhadap
masyarakat umum.
Harian Jiji Shimpo
diterbitkannya pada 1 Maret 1882. Dalam artikel inaugurasi, Fukuzawa menyatakan
bahwa surat kabarnya berhaluan independen dan tidak memihak. Sebagian besar
tulisannya sejak itu diterbitkan dalam Jiji Shimpo, mulai dari artikel serius
hingga satire. Ia mengangkat semua isu kontemporer, seperti politik, masalah
dalam dan luar negeri, ekonomi politik, pendidikan, dan kebijakan pendidikan,
serta soal moralitas, terutama hak-hak wanita. Kumpulan tulisannya dalam Jiji
Shimpo mengisi hampir setengah dari Kumpulan Karya Fukuzawa (Fukuzawa Zenshū)
yang terdiri dari 22 volume.
Nishi Amane
Nishi
Amane adalah seorang filsuf dalam periode Meiji Jepang yang membantu
memperkenalkan filsafat Barat ke dalam mainstream pendidikan Jepang. Nishi
menjadi tokoh terkemuka dalam Revolusi Kebudayaan (Bunmei
Kaika). Pada tahun 1868, ia menterjemahkan dan menerbitkan
"Hukum Internasional". Ia juga menerbitkan sebuah ensiklopedia,
Hyagaku Renkan, setelah ensiklopedia Perancis Auguste Comte, dan mempromosikan
ajaran John Stuart Mill. Pada tahun 1952, Nishi Amane mendapatkan penghormatan
dengan diabadikan potretnya pada perangko peringatan 10 yen.
Berbagai
ragam hasil karya barat diterjemahkan dan ditiru sehingga memberikan dorongan
dan semangat untuk melahirkan kesusastraan baru. Misalnya Arabia monogatari
yang merupakan ringkasan buku Arabia Night dalam bahasa Jepang. Arabia
Monogatari merupakan buku terjemahan yang ditulis oleh Hideki Nagamine. Arabia
Monogatari diterbitkan pada tahun Meiji 8 (1875), oleh Nihon Hyouronsha (日本評論社), di
Tokyo. Karya lainnya adalah Shina Jijou (支那事情) yang ditulis pada tahun
Meiji 7 (1870), English and Chinese Dictionary (1881), Hakubutsu Shoukago Jikai
(博物小学) yang ditulis pada tahun Meiji 15 (1882), dsb.
Nakae
Chomin
Nakae
Chomin adalah nama pena dari seorang wartawan, ahli teori politik, dan
negarawan pada era Meiji. Nama aslinya adalah Nakae Tosuke. Kontribusi
terbesarnya dalam era Meiji adalah mempopulerkan doktrin egaliter dari filsuf
Perancis, Jean-Jacques Rousseau, di Jepang. Nakae Chomin juga menulis
sebuah buku yang berjudul A Discourse by Three Drunkards on
Government. Buku ini dimaksudkan sebagai sindiran politik dan juga
berfungsi sebagai informasi kepada massa tentang masa depan Jepang di panggung
dunia. Jepang melihat bagaimana Inggris menjajah Cina dan mereka cemas bahwa
hal yang sama mungkin akan terjadi kepada mereka. Mereka baru saja keluar dari
periode Tokugawa yang terkenal dengan kebijakan isolasi dari dunia luar.
Kebijakan isolasi dari dunia luar tersebut berlangsung selama 200 tahun di
Jepang. Apa yang akan dipilih Jepang, Demokrasi, Monarki Konstitusional,
atau mungkin imperialisme? Master Nankai dan dua pria muda (Mr. Champion dan
Mr. Gentleman) duduk di bar dan minum demi membahas manfaat dari setiap sistem.
Chomin
memiliki pandangan bahkan jika orang-orang yang tidak berpendidikan atau tidak
mampu membaca, dalam waktu dekat mereka akan mendapatkan keterampilan dan
mungkin dapat membaca buku-buku yang ringan. Dalam gaya penulisan yang meniru
Plato Republic, buku ini mengambil keadaan di Afrika, Eropa dan negara-negara
besar di sebelah barat yang harus membayar perbaikan perang ke Inggris setelah
perang yang berkecanduan. Jika arahan dari Mr. Champion benar, dia mengacu ke
Cina sebagai negara tersebut. Buku ini menjadi seperti buku yang menghina dan
mengkritik pemerintah, dan pasti orang-orang dari segala lapisan masyarakat
akan tertarik untuk membacanya. Ini memungkin para politisi dapat membaca
apa yang Chomin lihat dan katakan tentang mereka; Samurai, untuk melihat dimana
Chomin berdiri pada masalah penurunan pangkat terakhir mereka. Para petani
mempelajari tentang bagaimana beberapa sistem politik yang berbeda, yang
bekerja tanpa harus mempelajari kumpulan kesusasteraan, membaca Rousseau, atau
menderita konsekuensi dari penerapan sistem yang bisa saja mendapatkan
kemarahan dari para elit evolusi. Buku ini merupakan sebuah catatan ketakutan
Chomin mengenai firasatnya yang akurat. Tentu saja posisi politik disuarakan
oleh Mr. Gentleman, Mr. Champion dan Master Nankai dengan kesalahan dan
kebaikan. Setiap karakter memiliki agenda tertentu. Mr. Gentleman menganjurkan
sebuah demokrasi, Mr. Champion menggembor-gemborkan Imperialisme dan Master
Nankai yang sudah berenang di lautan Sake Manis yang dibayar oleh Mr. Gentleman
dan Mr. Champion tidak setuju dengan pendapat mereka berdua dan menyarankan
sebuah Monarki Konstitusional adalah pilihan yang sangat baik.
Mungkin
Chomin menggambarkan Master Nankai sebagai karikatur dari dirinya. Pendapat
Nankai pada tindakan yang ia ambil cukup jinak dibandingkan dengan kedua pemuda
yang minum tersebut. Chomin mungkin melakukan ini dengan sengaja untuk
menghindari hukuman lebih lanjut dari pemerintah. Chomin diasingkan karena
tulisan-tulisannya dari Tokyo hingga ke kota saingannya, Osaka, dan semuanya
telah menjadi gerakan politik yang ditetapkan oleh "heavens will".
Pada tahun 1887, tahun yang sama saat penulisan buku ini, Chomin dibuang ke
kota Osaka. Julukan "Penguasa Laut Selatan" yang merupakan
gambaran dari Master Nankai adalah permainan kata sarkastik yang dibuat oleh
Chomin.
Mr.
Gentleman membuat kasus yang layak untuk demokrasi dengan menekankan
atribut positif. Dia menyarankan bahwa Jepang akan seperti negara-negara barat
dan mengadopsi demokrasi, karena merupakan akhir dari evolusi alami dalam
kemajuan sebuah negara yang sempurna. Orang-orang dapat memilihi pemimpin
mereka. Pers akan bebas dan politikus dapat menerima kritik dari publik.
Orang-orang akan bebas memilih pekerjaan yang mereka inginkan. Orang-orang
berpendapat dengan keadaan mereka yang seperti ini akan menghasilkan negara
yang bermanfaat dengan ekonomi yang kuat. Pada akhirnya, Jepang akan
menjadi contoh bagi dunia. Sisi lemah dari argumennya adalah bahwa ia menolak
gagasan memiliki militer. Tanpa militer ia percaya bahwa negara-negara
dunia akan melihat Jepang sebagai bangsa dengan moral unggul. Entah bagaimana
negara ideal ini akan memenangkan hati orang asing dan Jepang akan dilindungi
dari meriam dan senapan oleh medan kekuatan moralitas. Dalam dunia yang ideal,
mungkin ide ini akan bekerja, tetapi hal tersebut susah dalam melaksanakannya.
Mr.
Champion tidak setuju dengan rencana Mr. Gentleman yang mengabaikan pertahanan
nasional. Dia mengambil sisi yang berlawanan dan memberikan kesan Jepang akan
menjadi negara-negara barat dengan cara ironis yang lain.Dengan ancaman
menyerang dan dieksploitasi oleh imperialis Barat, ia menyarankan agar Jepang
mengambil rute yang sama untuk mengamankan sumber daya untuk militernya.
Master
Nankai mengejek kedua pemuda itu karena kekhawatiran, spontanitas dan rencana
dungu mereka. Ia menegaskan bahwa Jepang akan mendapat manfaat dari
sebuah monarki konstitusional yang berdaulat karena cara dan pejabat pemerintah
akan menjaga posisi mereka, kaisar akan mempertahankan statusnya dan parlemen
akan menjaga dan mengeceknya. Mungkin seorang samuran akan menjadi seorang
militer. Nankai berusaha mempertimbangkan semua grup yang berada di
Jepang dan berusaha untuk memenuhi semua keinginan mereka.
Ketika
Jepang membuka ke seluruh dunia pada periode Meiji (1868-1912), pengaruh
konsep-konsep sastra barat dan teknik terasa kuat. Novelis bereksperimen dengan
ide-ide 'baru', seperti liberalisme, idealisme romantisme, dan berbagai pengaruh
dari Perancis, sastra Inggris atau Jerman. Tsubouchi Shoyo (坪内 逍遥)adalah
novelis, kritikus, penerjemah, dan dramawan Jepang. Di antara karya utamanya
adalah kritik sastra Shōsetsu Shinzui (Esensi Sebuah Novel), novel Tōsei Shosei
Katagi (Cara Berpikir Pelajar Zaman Sekarang), dan terjemahan bahasa Jepang
seluruh karya Shakespeare. Ia juga menulis haiku. Tsubouchi Shoyo lahir di
Ōta-juku, Distrik Kamo, Provinsi Mino yang termasuk Domain Owari. Ayahnya
seorang samurai Domain Owari yang pernah bekerja di kantor gubernur daikan
sebagai juru tulis, namun akhirnya kembali ke rumah orang tuanya di Nagoya.
Berkat Pengaruh ibunya, Tsubouchi sejak kecil senang membaca haikai, waka,
kesusastraan zaman Edo seperti buku bacaan dan buku bergambar.
Niwa
Junichiro menerjemahkan buku karya Baron Edward Bulwer Lytton dengan judul
Karyuu Shunwa yang mendapat sambutan baik sebagai hasil karya yang bermutu
tinggi. Karyuu Shunwa ( A Spring Tale of Flowers and Willows) diterbitkan pada
tahun Meiji 10 (1877) oleh penerbit Sakagami Hansichi, Tokyo. Nakae Chomin
dengan karya terjemahan berjudul Uishi Bigaku memperkenalkan cara berpikir yang
sistematis dalam kesusastraan, tetapi juga memperkenalkan aliran romantisme dan
aliran naturalisme.
Tsubouchi
Shoyo
Tsubouchi Shoyo adalah novelis, kritikus, penerjemah, dan dramawan Jepang. Di antara karya utamanya adalah kritik sastra Shōsetsu Shinzui (Esensi Sebuah Novel), novel Tōsei Shosei Katagi (Cara Berpikir Pelajar Zaman Sekarang), dan terjemahan bahasa Jepang seluruh karya Shakespeare. Ia juga menulis haiku.
Kritik
sastra Shōsetsu Shinzui (Esensi Sebuah Novel) ditulisnya sewaktu masih berusia
26 tahun. Ia mengecam karya sastra zaman Edo yang isinya tentang ganjaran bagi
yang baik dan hukuman bagi yang jahat. Menurutnya, novel sejak awal harus
menggambarkan sifat manusia dan baru kemudian menggambarkan adat kebiasaan di
dalam masyarakat. Novel Tōsei Shosei Katagi (Cara Berpikir Pelajar Zaman
Sekarang) ditulis untuk membuktikan teorinya. Namun, menurut Futabatei Shimei
dalam kritik sastra Shōsetsu Sōron (Garis Besar Novel) dan novel Ukigumo,
Tsubouchi sendiri tidak berhasil melepaskan diri dari pengaruh kesusastraan
Gesaku. Futabatei menggunakan dasar pemikiran kesusatraan Rusia dalam teorinya
dan dipergunakan dalam novel Ukigumo yang menceritakan seorang cendekiawan baru
yang telah menyadari ego modern dan menentang unsur-unsur feodal. Gaya bahasa
yang digunakannya adalah penyatuan bahasa lisan dan bahasa tulisan.
Futabatei
Shimei
Setelah
berhenti studinya di departemen bahasa Rusia di Sekolah Bahasa Asing Tokyo (東京 外国语 学校) sebagai protes atas restrukturisasi administrasi,
Futabatei menerbitkan kritik sastra Shōsetsu Sōron pada dorongan dari kritikus
dan penulis Tsubouchi Shōyō pada tahun 1886. Ukigumo novel pertama Futabatei
yang tidak pernah selesai, namun gaya realis sangat dipengaruhi penulis sesama
pada zamannya. Futabatei pandai dalam bahasa Rusia dan menerjemahkan karya Ivan
Turgenev dan realis Rusia lainnya dalam bahasa Jepang.Pada tahun 1902, dia
belajar bahasa Esperanto di Rusia. Kembali ke Jepang pada 1906, ia menerbitkan
buku instruksi Jepang Esperanto pertama, "世界语", Sekaigo.
*http://acchanlawliet.blogspot.com/search/label/Sastra%20Jepang
*http://acchanlawliet.blogspot.com/search/label/Sastra%20Jepang