Assalamu'alaikum. Arin H. Widhi

Minggu, 11 Mei 2014

Kutunggu Antrian


Hampir setengah jam, tanpa alas kaki utuh aku berdiri diantara kebulan bau manusia yang bercampur menjadi satu-kesatuan yang hampir menonjok indra pembauan. Dibawah terik panas ini, kuintip matahari yang seakan dipanggil dari padang mahsyar dengan secepat kilat ia menyenggat mataku yang berair perih duka.
 “Sesungguhnya aku telah memberikan padamu ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah sholat karena tuhanmu dan berqurbanlah.” (QS:Al Kautsar)
Kalimat yang kudengar waktu dibangku sekolah dasar. Kalimat yang kini memenjarakanku dalam gejolak yang tak tertahan dan aku hampir tersungkur dalam lembah nista, penyesalan terhadap keterjebakkanku dalam situasi hidup yang serba kurang.
‘Aku selalu ingin berqurban seperti hambamu yang lain.’ Berkali-kali aku menjerit dalam malam panjang penantian. Dari doa lembut sampai kasar pernah terucap.
Sempat aku berfikir,  ‘apa Tuhan mendengar do’aku menuju ibadahNYa?’ Aku hampir putus asa, bukan, bukan, aku memang telah putus asa dan mungkin telah berputus dari rahmatNYa.
Antrian masih panjang, kuremas erat kertas kuning berlebel nomer antrian pengambilan hewan qurban, pemberian setumpuk orang yang diberi kesempatan.
Tuhan apa KAU mendengarku?
000
Dan semuanya kembali berjalan sebagaimana mestinya, langit masih diatas dan bumi masih terpijak. Dan aku masih bergelut dengan keinginanku, keinginan yang sepertinya menjadi obsesi tanpa kusadari.
Dibawah cahaya rembulan yang memecah pekat gelap malam diantara guyuran air yang  mengalir diatas pori-pori. waktu berthaharah yang menjernihkan kepala tiba-tiba, melapangkannya dan menurunkan cahaya hikmah yang dapat kuterima seutuhnya.
Kuputar ulang semua peristiwa. Ketak berdayaanku, ketidak kuasaanku, dan yang terjadi padaku tak mungkin tanpa campur tangan Tuhan. Bukan Tuhan tak mendengar pintaku, DIA hanya menyimpannya sampai aku dapat menemukan mutiara-mutiara hikmahnya. DIA mengajarkanku kesabaran dan peribadahan yang bukan berdasarkan obsesi yang tentu saja termasuk keinginan diri secara egois semata atau lebih tepatnya hanya ingin dipandang seperti orang-orang yang lain, yang dilihat orang telah berqurban. Tapi murni lillahi ta’ala.
‘Allah tidak pernah memaksa, DIA menerima ibadah sesuai kemampuan makhlukNYA. ‘ Janjiku pada diri. ‘Dan betapa indahnya makna ibadah ini, suatu hari kan kutunaikan dengan penuh kemurnian diri.’

000


*Cerpen kira-kira aku tulis selepas idul adha tahun 2013 kemarin. Tulisan ini berbentuk Flash Story.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar