Assalamu'alaikum. Arin H. Widhi

Minggu, 11 Mei 2014

Rahasia Sang Rahasia


Kami menemukannya terdampar diantara deru ombak. Saat wajah ombak mengulung tanpa ampun, disela bebatuan karang terjuntai rambut-rambut keperakan yang memantulkan matahari dini hari. Dan dengan mata kepala kami sendiri, kami menyaksikan bagaimana manusia itu merangkak memulihkan kesadarannya.

Garis wajahnya yang pucat mengisahkan dengan bisu bagaimana dia terbawa sampai sini bersama dengan lipatan-lipatan dingin dan goresan-goresan keriput yang tercipta mendadak, seakan satu persatunya dengan jelas mengumandangkan berapa lama waktu yang dia tempuh untuk berbaring goyang diatas hamparan permadani lautan. Satu hal lagi yang kami percayai sebagai mu'jizat, Ketika dengan pasti tanganNYa membawa gadis ini sampai disini, ditengah kami.


Dengan jelas kami mengingatnya, cengkraman lemah tangan seputih kapur itu diatas angin tergurat sangat dalam memori kami, sedalam betapa kekaguman kami pada sosoknya yg kini menari diantara deru pasir. Seakan tak pernah ada sosok terbujur kaku yg kami temukan lalu.

Kami semua memanggilnya Elieta. Elieta si gadis dari laut. Namun laut yang penuh misteri dan rahasia itu seperti telah menghapus segala ingatannya. Dia Elieta yang tak ingat dari mana asalnya, mau kemana ia dan untuk apa dia ada? bahkan dirinya sendiri saja dia tak tahu. Gadis yang malang.

Tapi kami tidak peduli, apa dan siapa dia, dimata kami  dialah elieta, gadis manis yang sekujur tubuhnya ditumbuhi subur pohon yang memancarkan pesona. Dia segera menjadi primadona didaerah kami-dalam waktu yg relatif cepat.

Kami sempat berfikir bagaimana kami bisa begitu terpesona dengannya, dia yang tak secantik peri, tak semenawan bidadari, dan ia memiliki mata yang tak sebening embun pagi. Tetapi entah magis apa yang mengikat kami tanpa kami sadari. Daya tariknya mengiring kami pada lingkaran pemujaan terhadapnya. Elieta dimata kami telah menjelma menjadi sosok dewi sempurna. Jejaknya tiap malam membinasakan kami dalam rindu yang mencekam.

"Elieta." Aku menundukkan muka dan berpamitan dengannya. "Kami permisi pulang."
Dengan senyum menawannya ia mengantarkan kami, lambaian tanganya telah terpatri dibenak kami sore ini. Dan untuk sekali lagi aku menoleh atas keberadaannya.

Sungguh, sungguh aku seakan tertembak mati ditempat.
Matanya, mata gadis itu meliar, sekilas terlihat seperti kelereng hitam dengan kilatan yg membuat bulu kuduk merinding. Ia lalu menyeringai. Terlihat samar-smar giginya memanjang dan dipergelangan tanganya, kulihat symbol-simbol yang familiar. Aku tak bisa memastikan itu benar atau salah, tapi  ya itu, di pergelanga tanganya selintas kutangkap simbol yang hampir hilang, yang biasanya digunakan untuk menyegel kekuatan iblis wanita. 


Ah, tidak mungkin. Aku mengeleng kepala dan melihat Elieta kami yang biasa, aku sangat yakun semua itu hanyalah fatamorgana cahaya . Elieta kami tetaplah berseri laksana intan permata. Tanpa cacat tanpa cela.

 000

**kira-kira cerpen ini aku tulis pada tahun2012 atau Maret 2013, aku kurang ingat.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar